“REFORMA AGRARIA”
SEMANGAT
YANG TAK PERNAH PADAM BAGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA
Oleh
: Mochamad Reza Kurniawan[1]
NIM.
10192486
I.
Latar
Belakang
Negara
Indonesia merupakan Negara Agraris. Sektor pertanian menjadi primadona dalam
geliat perekonomian nasional. Hal tersebut ditunjukkan dengan berbagai upaya
pengembangan pembangunan pertanian dari era sebelum kemerdekaan, pasca
keemerdekaan hingga era reformasi. Keterlibatan sektor pertanian dalam upaya
peningkatan perekonomian Bangsa Indonesia tidak terlepas dari keunikan Negara
Indonesia akan kekayaan wilayah.
Fakta
historis menceritakaan betapa negeri ini dianugerahi berbagai kekayaan alam
yang melimpah, baik dari beragam kebudayaaan, adat-istiadat, suku, bahan
mineral, kekayaan nabati, kekayaan lautan dan lain sebagainya sehingga banyak
negara penjajah seakan-akan memperebutkan mata air ditengah gurun. Selain itu
mata pencaharian yang identik dengan bangsa ini adalah dari sektor pertanian.
Oleh karena itu pertanian menjadi salah satu komoditi penting dalam upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Era
kolonialisme di Indonesia menuntut adanya Pembaharuan Agraria. Hal itu
disebabkan karena adanya ketidakadilan dalam praktek keagrariaan pada saat itu,
sehingga mengakibatkan adanya pertentangan dari kaum petani dalam
memperjuangkan hak-haknya. Agenda Reforma
Agraria ini pada mulanya adalah agendanya gerakan rakyat yang berakar pada
pengalaman penderitaan petani sebagai mayoritas rakyat (pedesaan) di bawah
rezim kolonial dan paska‐kolonial.
Penderitaan petani yang kronis itu bersumber dari politik agraria penguasa
kolonial untuk penguasaan wilayah (negara kolonial), dan perluasan sistem
produksi dan ekstraksi komoditas‐komoditas
baru (untuk perusahaan‐perusahaan
kapitalis skala dunia).[2]
Ketidakadilan
yang dirasakan kaum petani penggarap sebagai pintu masuk Reforma Agraria di Indonesia. Kaum kapitalis memanfaatkan petani
untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi mereka. Banyak petani
yang tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka yang mengakibatkan kesengsaraan. Hal
tersebut menggerakkan semangat perjuangan rakyat Indonesia untuk melepaskan
diri dari belenggu penjajaahan demi tercapainya kesejahteraan.
Reforma Agraria
juga menjadi salah satu pilar pembangunan suatu bangsa. Ketahanan pangan
menjadi indikasi suatu negara mempunyai ketahanan perekonomian, hal itu karena
antara kesejahteraan dan ketahanan pangan saling terkait satu sama lain. Tidak
mungkin suatu bangsa yang sejahtera tidak mempunyai ketahanan pangan, demikian
sebaliknya.
Setelah meredup di akhir 1990‐an, di awal abad 21 ini
agenda Reforma Agraria telah kembali
menjadi salah satu pokok bahasan terdepan dari agenda pembangunan berbagai
badan internasional, dan sejumlah negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin.[3] Salah
satunya Negara Indonesia, dimana para pemimpin bangsa sering menggaung-gaungkan
Reforma Agraria sebagai pilar
pembangunan, mulai dari Presiden Soekarno hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
II.
Reforma Agraria sebagai Landasan Pembangunan di
Indonesia
Wujud nyata bahwa Reforma Agraria menjadi Landasan Pembangunan di Indonesia, tertuang
dalam salah satu misi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
2005 – 2025 yaitu terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan. Ditandai
oleh tingkat pembangunan yang makin merata ke seluruh wilayah Imdomesia. Hal
itu diwujudkan dengan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat,
termasuk berkurangnya kesenjangan antar wilayah dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Untuk itu arah dan kebijakan pembangunan kewilayahan akan
dituangkan dalam arah pengembangan wilayah pulau-pulau besar, pengembangan
wilayah laut, dan pengembangan kawasan.
Dengan
adanya pemerataan kesejahteraan di seluruh wilayah indonesia tentunya tujuan
Pembangunan Nasional akan tercapai. Sejahtera berarti tidak ada kesenjangan
secara signifikan dalam kehidupan bermasyarakat, yang berujung pada peluang
kecil terjadinya konflik. Pembangunan yang berjalan sesuai dengan rencana juga
berpengaruh pada peningkataan perekonomian Bangsa Indonesia. Secara ekonomi
kuat, ketahanan pangan kuat, serta kualitas pembangunan yang memadai tentunya
akan mendukung terwujudnya Pembangunan Berkelanjutan yang baik.
Semangat
Reforma Agraria dalam upaya mendukung
Pembangunan Berkelanjutan juga nampak pada 4 (empat) prinsip Pengelolaan
Pertanahan yang berkontribusi pada
terwujudnya [4]:
1.
Pengelolaan pertanahan harus berkonstribusi pada kesejahteraan rakyat
(welfare);
2. Pengelolaan
pertanahan harus berkonstribusi pada keadilan (justice);
3. Pengelolaan
pertanahan harus berkonstribusi pada Indonesian Sustainibility Society
(sustainability);
4. Pengelolaan pertanahan harus
berkonstribusi pada harmoni kemasyarakatan (harmony).
Jika
kita lihat secara runut mengenai 4 prinsip Pengelolaan Pertanahan,
kesejahteraan merupakan hal yang sangat pokok dalam mendukung upaya pembangunan
berkelanjutan, yang selanjutnya akan menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia. Kesejahteraan dan keadilan menjadi pendukung terciptanya
keberlanjutan tatanan sosial sebagai pondasi dalam mendukung keharmonisan dalam
bermasyarakat.
Beranjak
dari Visi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, ditetapkan misi
pembangunan pertanahan yang akan diemban/dilaksanakan Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia yaitu :[5]
1. Peningkatan
kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat,
pengurangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, serta pemantapan ketahanan
pangan;
2. Peningkatan
tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat dalam
kaitannya dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T);
3. Perwujudan
tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa,
konflik dan perkara pertanahan di seluruh tanah air dan penataan perangkat
hukum dan sistem pengelolaan pertanahan sehingga tidak melahirkan sengketa,
konflik dan perkara di kemudian hari;
4. Keberlanjutan
sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan
akses seluas-luasnya pada generasi yang akan datang terhadap tanah sebagai
sumber kesejahteraan masyarakat, dan
5. Penguatan
lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat, prinsip dan aturan yang
tertuang dalam UUPA dan aspirasi rakyat secara luas untuk mencapai tujuan pembangunan
bidang pertanahan yaitu “Mengelola tanah seoptimal mungkin untuk mewujudkan
sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Dalam
dokumen “Petisi Cisarua” sejumlah pakar dan aktivis pembaruan agraria
telah mengingatkan bahwa jika hendak menjalankan Reforma Agraria di Indonesia
janganlah “setengah-setengah”, tetapi jadikan Reforma Agraria sebagai dasar
bagi pembangunan ekonomi (nasional) bagi Indonesia baru.[6]
Dalam dokumen tersebut disampaikan mengenaai pelaksanaan Reforma Agraria dalam konteks pembangunan di Indonesia. Jelas
terlihat betapa penggiat, peneliti dan akademisi Reforma Agraria di Indonesia sangat bersungguh-sungguh dalam
melakukan gebrakan, dorongan, dan dukungan kepada pemerintah agar menempatkan Reforma Agraria sebagai sarana strategis
dalaam mendukung Pembangunan di Indonesia, bukan sekedar konsep semata yang
tiada bermakna. Reforma Agraria jika dijalankan dengan benar dan baik,
akan menjadi landasan bagi pembangunan – termasuk pengembangan industrialisasi
– nasional yang kokoh.[7]
III.
Desa
sebagai Suksesor Pembangunan di Indonesia
Secara geografis, wilayah desa
mempunyai karakteristik sebagian besar merupakan wilayah pertanian. Dengan
karakteristik sebagian besar wilayah pertanian, tentunya di desa pasti sebagian
besar bermatapencaharian sebagai petani. Dengan demikian konsep Reforma Agraria dalam upaya mendukung
Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia lebih mudah dilaksanakan di wilayah
Desa.
Pembangunan wilayah pedesaan
tentunya tidak terlepas dari pembangunan sarana dan prasana yang memadai dan relevan.
Bukan sekedar menghabiskan anggaran, akan tetapi semangat pembangunannya harus
dilaksanakan secara komprehensif dan berkesinambungan.
Rencana pengembangan wilayah daerah
harus disusun berdasarkan pada potensi yang dimiliki dan kondisi yang ada sekarang.
Potensi itu meliputi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya modal,
prasarana dan sarana pembangunan, teknologi, kelembagaan, aspirasi masyarakat
setempat, dan lainnya.
Tujuan pokok dalam rangka
pembangunan wilayah desa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani yang
selama ini terabaikan. Banyak petani yang kehilangan tanahnya akibat kebijakan
yang kurang berpihak pada petani serta kemungkinan pengaruh pasar tanah yang
semakin tidak terkendali.
Dalam
rangka pembangunan desa, Reforma Agraria
sebagai landasan dalam mencapai tujuan sebesar-besar kemakmuran petani pada
khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya. Tujuan yang hendak dicapai Pembaruan Agraria adalah
Keadilan Agraria, yaitu keadaan dimana :[8]
1.
Tidak adanya
konsentrasi yang berarti dalam penguasaan dan pemanfaatan tanah beserta
kekayaan alam yang menjadi hajat hidup orang banyak
2.
Terjaminnya
kepastian hak penguasaan dan pemanfaatan rakyat setempat terhadap tanah dan
kekayaan alam lainnya
3.
Terjaminnya
keberlansungan dan kemajuan sistem produksi rakyat setempat yang menjadi sumber
penghidupan mereka
Kekuatan Petani tentunya bukan dalam
arti petani menjadi secara leluasa melakukan perbuatan menyimpang dari
peraturan perundang-undangan, namun harus tetap sejalan dengan kebijakan dan peraturan
perundang-undangaan yang berlaku. Kekuatan petani disini adalah petani dalam
“Posisi Tawar”.
Pembangunan
ini sebagai bentuk Program Pembangunan Berbasis Rakyat (PPBR). PABR, atau "Reform-By-Leverage" adalah
gerakan pembaruan yang didasarkan atas kekuatan dan kemampuan kaum tani atau
rakyat pedesaan sendiri. Namun ini tidak berarti melawan wewenang pemerintah. Kemampuan
kaum tani berfungsi sebagai "dongkrak", sebagai pendorong yang kuat.
Rakyat pedesaan harus terorganisir sedemikian rupa sehingga mempunyai posisi
tawar yang kuat.[9]
IV.
Kesimpulan
·
Pembangunan di Indonesia perlu
dilaksanakan secara holistik dan komprehensif. Tidak hanya fisik kan tetapi
pembangunan mental bangsa, posisi tawar bangsa, kesejahteraan, serta
peningkatan taraf hidup menjadi suatu keniscayaan dalam mencapai “Sustainable Development”.
·
Pembangunan dengan dilandasi konsep “Reforma Agraria” menjadikan pembangunan
berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Reforma
Agraria sebagai acuan dalam menerapkan kebijakan yang berkaitan dengan
Pembangunan Bangsa Indonesia bukan merupakan suatu hal yang baru. Oleh karena
itu perlu penerapan secara intensif, bukan sekedar diucapkan akan tetapi harus
dilaksanakan.
·
Sebagai Negara Agraris desa sebagai
gerbang masuk pembangunan yang berbasis Reforma
Agraria, karena di desa-lah secara karakteristik baik fisik, sosial, budaya
dan masyarakat mencerminkan budaya asli bangsa Indonesia.
V.
Sumber
Bacaan
- Badan
Pertanahan Nasional dalam Visi dan Misi
dan Tujuan Pembangunan Pertanahan.
- Bachriadi,
Dianto dkk (editor).1997. Reformasi
Agraria : Perubahan Politik, Sengketa dan Agenda Pembaruan Agraria di Indonesia.
KPA dan FE UI, Bandung.
- Wiradi,
Gunawan dalam Gerakan Pembaruan Agraria
Berbasis Rakyat; Kursus Intensif Aktivitas Gerakan Pembaruan Agraria,
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA); Lembang, Bandung, tanggal 15 Agustus – 30
September 1999.
-
Fauzi, Noer dalam Gelombang Baru Reforma Agraria Di Awal Abad Ke21,
Makalah
pada Seminar “Agenda Pembaruan Agraria
dan Tirani Modal”, dalam Rangka Konperensi Warisan Toritarianisme:
Demokrasi dan Tirani Modal, Kampus FISIP UI – Depok, 5 – 7 Agustus 2008.
Sebagian dari naskah ini pernah disampaikan pada acara “Kajian dan Evaluasi Reforma Agraria 2008”, Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia (BPN‐RI),
Jakarta, 29 Maret 2008.
- Bachriadi, Dianto dalam Reforma Agraria untuk Indonesia: Pandangan Kritis tentang Program
Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) atau Redistribusi Tanah ala Pemerintahan SBY.
diskusi
dalam Pertemuan Organisasi-organisasi Rakyat se-Jawa di Magelang, 6-7 Juni 2007
-
Iswari,
Paramita dalam Pembaruan Desa Sebagai Pintu Masuk Mewujudkan Pembaruan Agraria : Suatu
Keniscayaan.
[1] Mahasiswa DIV Pertanahan STPN Yogyakarta,
semester V, Jurusan Perpetaan; Makalah ini digunakan untuk melengkapi tugas
Mata Kuliah Reforma Agraria.
Makalah pada Seminar “Agenda Pembaruan Agraria dan Tirani Modal”, dalam
Rangka Konperensi Warisan Toritarianisme: Demokrasi dan Tirani Modal, Kampus
FISIP UI – Depok, 5 – 7 Agustus 2008. Sebagian dari naskah ini pernah
disampaikan pada acara “Kajian dan Evaluasi Reforma
Agraria 2008”, Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN‐RI), Jakarta, 29 Maret 2008. Hal 2
[4] Lihat Visi,
Misi Dan Tujuan Pembangunan Pertanahan
[6] Poniman, et.al. (2005), Petisi Cisarua (Bandung:
Pergerakan). Lihat juga: Bachriadi, Dianto (1999), Pembaruan Agraria (Agrarian Reform): Urgensi dan Hambatannya dalam
Pemerintahan Baru di Indonesia.
[7] Dianto Bachriadi dalam Reforma Agraria untuk Indonesia:
Pandangan Kritis tentang Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) atau
Redistribusi Tanah ala Pemerintahan SBY
[9] Gunawan Wiradi
dalam Gerakan Pembaruan Agraria
Berbasis Rakyat (PABR), ceramah dalam rangka Kursus Intensif Aktivitas
Gerakan Pembaruan Agraria, yang diselenggarakan oleh Konsorsium Pembaruan
Agraria (KPA) di Lembang, Bandung, September 1999.