Rabu, 06 Februari 2013

Semangat Reforma Agraria

REFORMA AGRARIA
SEMANGAT YANG TAK PERNAH PADAM BAGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA

Oleh : Mochamad Reza Kurniawan[1]
NIM. 10192486

I.                   Latar Belakang
            Negara Indonesia merupakan Negara Agraris. Sektor pertanian menjadi primadona dalam geliat perekonomian nasional. Hal tersebut ditunjukkan dengan berbagai upaya pengembangan pembangunan pertanian dari era sebelum kemerdekaan, pasca keemerdekaan hingga era reformasi. Keterlibatan sektor pertanian dalam upaya peningkatan perekonomian Bangsa Indonesia tidak terlepas dari keunikan Negara Indonesia akan kekayaan wilayah.
            Fakta historis menceritakaan betapa negeri ini dianugerahi berbagai kekayaan alam yang melimpah, baik dari beragam kebudayaaan, adat-istiadat, suku, bahan mineral, kekayaan nabati, kekayaan lautan dan lain sebagainya sehingga banyak negara penjajah seakan-akan memperebutkan mata air ditengah gurun. Selain itu mata pencaharian yang identik dengan bangsa ini adalah dari sektor pertanian. Oleh karena itu pertanian menjadi salah satu komoditi penting dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
            Era kolonialisme di Indonesia menuntut adanya Pembaharuan Agraria. Hal itu disebabkan karena adanya ketidakadilan dalam praktek keagrariaan pada saat itu, sehingga mengakibatkan adanya pertentangan dari kaum petani dalam memperjuangkan hak-haknya. Agenda Reforma Agraria ini pada mulanya adalah agendanya gerakan rakyat yang berakar pada pengalaman penderitaan petani sebagai mayoritas rakyat (pedesaan) di bawah rezim kolonial dan paskakolonial. Penderitaan petani yang kronis itu bersumber dari politik agraria penguasa kolonial untuk penguasaan wilayah (negara kolonial), dan perluasan sistem produksi dan ekstraksi komoditaskomoditas baru (untuk perusahaanperusahaan kapitalis skala dunia).[2]
            Ketidakadilan yang dirasakan kaum petani penggarap sebagai pintu masuk Reforma Agraria di Indonesia. Kaum kapitalis memanfaatkan petani untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi mereka. Banyak petani yang tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka yang mengakibatkan kesengsaraan. Hal tersebut menggerakkan semangat perjuangan rakyat Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajaahan demi tercapainya kesejahteraan.
            Reforma Agraria juga menjadi salah satu pilar pembangunan suatu bangsa. Ketahanan pangan menjadi indikasi suatu negara mempunyai ketahanan perekonomian, hal itu karena antara kesejahteraan dan ketahanan pangan saling terkait satu sama lain. Tidak mungkin suatu bangsa yang sejahtera tidak mempunyai ketahanan pangan, demikian sebaliknya.
            Setelah meredup di akhir 1990an, di awal abad 21 ini agenda Reforma Agraria telah kembali menjadi salah satu pokok bahasan terdepan dari agenda pembangunan berbagai badan internasional, dan sejumlah negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin.[3] Salah satunya Negara Indonesia, dimana para pemimpin bangsa sering menggaung-gaungkan Reforma Agraria sebagai pilar pembangunan, mulai dari Presiden Soekarno hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

II.                Reforma Agraria sebagai Landasan Pembangunan di Indonesia
Wujud nyata bahwa Reforma Agraria menjadi Landasan Pembangunan di Indonesia, tertuang dalam salah satu misi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025 yaitu terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan. Ditandai oleh tingkat pembangunan yang makin merata ke seluruh wilayah Imdomesia. Hal itu diwujudkan dengan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, termasuk berkurangnya kesenjangan antar wilayah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu arah dan kebijakan pembangunan kewilayahan akan dituangkan dalam arah pengembangan wilayah pulau-pulau besar, pengembangan wilayah laut, dan pengembangan kawasan.
  Dengan adanya pemerataan kesejahteraan di seluruh wilayah indonesia tentunya tujuan Pembangunan Nasional akan tercapai. Sejahtera berarti tidak ada kesenjangan secara signifikan dalam kehidupan bermasyarakat, yang berujung pada peluang kecil terjadinya konflik. Pembangunan yang berjalan sesuai dengan rencana juga berpengaruh pada peningkataan perekonomian Bangsa Indonesia. Secara ekonomi kuat, ketahanan pangan kuat, serta kualitas pembangunan yang memadai tentunya akan mendukung terwujudnya Pembangunan Berkelanjutan yang baik.
     Semangat Reforma Agraria dalam upaya mendukung Pembangunan Berkelanjutan juga nampak pada 4 (empat) prinsip Pengelolaan Pertanahan yang  berkontribusi pada terwujudnya [4]:
1.   Pengelolaan pertanahan harus berkonstribusi pada kesejahteraan rakyat (welfare);
2.   Pengelolaan pertanahan harus berkonstribusi pada keadilan (justice);
3. Pengelolaan pertanahan harus berkonstribusi pada Indonesian Sustainibility Society (sustainability);
4.   Pengelolaan pertanahan harus berkonstribusi pada harmoni kemasyarakatan (harmony).
      Jika kita lihat secara runut mengenai 4 prinsip Pengelolaan Pertanahan, kesejahteraan merupakan hal yang sangat pokok dalam mendukung upaya pembangunan berkelanjutan, yang selanjutnya akan menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Kesejahteraan dan keadilan menjadi pendukung terciptanya keberlanjutan tatanan sosial sebagai pondasi dalam mendukung keharmonisan dalam bermasyarakat.
     Beranjak dari Visi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, ditetapkan misi pembangunan pertanahan yang akan diemban/dilaksanakan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yaitu :[5]
1.   Peningkatan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, serta pemantapan ketahanan pangan;
2.   Peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat dalam kaitannya dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T);
3.      Perwujudan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh tanah air dan penataan perangkat hukum dan sistem pengelolaan pertanahan sehingga tidak melahirkan sengketa, konflik dan perkara di kemudian hari;
4.  Keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi yang akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan masyarakat, dan
5.       Penguatan lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat, prinsip dan aturan yang tertuang dalam UUPA dan aspirasi rakyat secara luas untuk mencapai tujuan pembangunan bidang pertanahan yaitu “Mengelola tanah seoptimal mungkin untuk mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
  Dalam dokumen “Petisi Cisarua” sejumlah pakar dan aktivis pembaruan agraria telah mengingatkan bahwa jika hendak menjalankan Reforma Agraria di Indonesia janganlah “setengah-setengah”, tetapi jadikan Reforma Agraria sebagai dasar bagi pembangunan ekonomi (nasional) bagi Indonesia baru.[6] Dalam dokumen tersebut disampaikan mengenaai pelaksanaan Reforma Agraria dalam konteks pembangunan di Indonesia. Jelas terlihat betapa penggiat, peneliti dan akademisi Reforma Agraria di Indonesia sangat bersungguh-sungguh dalam melakukan gebrakan, dorongan, dan dukungan kepada pemerintah agar menempatkan Reforma Agraria sebagai sarana strategis dalaam mendukung Pembangunan di Indonesia, bukan sekedar konsep semata yang tiada bermakna. Reforma Agraria jika dijalankan dengan benar dan baik, akan menjadi landasan bagi pembangunan – termasuk pengembangan industrialisasi – nasional yang kokoh.[7]

III.             Desa sebagai Suksesor Pembangunan di Indonesia
           Secara geografis, wilayah desa mempunyai karakteristik sebagian besar merupakan wilayah pertanian. Dengan karakteristik sebagian besar wilayah pertanian, tentunya di desa pasti sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani. Dengan demikian konsep Reforma Agraria dalam upaya mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia lebih mudah dilaksanakan di wilayah Desa.
            Pembangunan wilayah pedesaan tentunya tidak terlepas dari pembangunan sarana dan prasana yang memadai dan relevan. Bukan sekedar menghabiskan anggaran, akan tetapi semangat pembangunannya harus dilaksanakan secara komprehensif dan berkesinambungan.
          Rencana pengembangan wilayah daerah harus disusun berdasarkan pada potensi yang dimiliki dan kondisi yang ada sekarang. Potensi itu meliputi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya modal, prasarana dan sarana pembangunan, teknologi, kelembagaan, aspirasi masyarakat setempat, dan lainnya.
            Tujuan pokok dalam rangka pembangunan wilayah desa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani yang selama ini terabaikan. Banyak petani yang kehilangan tanahnya akibat kebijakan yang kurang berpihak pada petani serta kemungkinan pengaruh pasar tanah yang semakin tidak terkendali.
Dalam rangka pembangunan desa, Reforma Agraria sebagai landasan dalam mencapai tujuan sebesar-besar kemakmuran petani pada khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya. Tujuan yang hendak dicapai Pembaruan Agraria adalah Keadilan Agraria, yaitu keadaan dimana :[8]
1.    Tidak adanya konsentrasi yang berarti dalam penguasaan dan pemanfaatan tanah beserta kekayaan alam yang menjadi hajat hidup orang banyak
2.       Terjaminnya kepastian hak penguasaan dan pemanfaatan rakyat setempat terhadap tanah dan kekayaan alam lainnya
3.    Terjaminnya keberlansungan dan kemajuan sistem produksi rakyat setempat yang menjadi sumber penghidupan mereka
           Kekuatan Petani tentunya bukan dalam arti petani menjadi secara leluasa melakukan perbuatan menyimpang dari peraturan perundang-undangan, namun harus tetap sejalan dengan kebijakan dan peraturan perundang-undangaan yang berlaku. Kekuatan petani disini adalah petani dalam “Posisi Tawar”.
Pembangunan ini sebagai bentuk Program Pembangunan Berbasis Rakyat (PPBR). PABR, atau "Reform-By-Leverage" adalah gerakan pembaruan yang didasarkan atas kekuatan dan kemampuan kaum tani atau rakyat pedesaan sendiri. Namun ini tidak berarti melawan wewenang pemerintah. Kemampuan kaum tani berfungsi sebagai "dongkrak", sebagai pendorong yang kuat. Rakyat pedesaan harus terorganisir sedemikian rupa sehingga mempunyai posisi tawar yang kuat.[9]

IV.             Kesimpulan
·         Pembangunan di Indonesia perlu dilaksanakan secara holistik dan komprehensif. Tidak hanya fisik kan tetapi pembangunan mental bangsa, posisi tawar bangsa, kesejahteraan, serta peningkatan taraf hidup menjadi suatu keniscayaan dalam mencapai “Sustainable Development”.
·         Pembangunan dengan dilandasi konsep “Reforma Agraria” menjadikan pembangunan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Reforma Agraria sebagai acuan dalam menerapkan kebijakan yang berkaitan dengan Pembangunan Bangsa Indonesia bukan merupakan suatu hal yang baru. Oleh karena itu perlu penerapan secara intensif, bukan sekedar diucapkan akan tetapi harus dilaksanakan.
·         Sebagai Negara Agraris desa sebagai gerbang masuk pembangunan yang berbasis Reforma Agraria, karena di desa-lah secara karakteristik baik fisik, sosial, budaya dan masyarakat mencerminkan budaya asli bangsa Indonesia.

 V.                Sumber Bacaan

-        Badan Pertanahan Nasional dalam Visi dan Misi dan Tujuan Pembangunan Pertanahan.
-   Bachriadi, Dianto dkk (editor).1997. Reformasi Agraria : Perubahan Politik, Sengketa dan Agenda Pembaruan Agraria di Indonesia. KPA dan FE UI, Bandung.
-   Wiradi, Gunawan dalam Gerakan Pembaruan Agraria Berbasis Rakyat; Kursus Intensif Aktivitas Gerakan Pembaruan Agraria, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA); Lembang, Bandung, tanggal 15 Agustus – 30 September 1999.
-       Fauzi, Noer dalam Gelombang Baru Reforma Agraria Di Awal Abad Ke21,
              Makalah pada Seminar “Agenda Pembaruan Agraria dan Tirani Modal”, dalam Rangka Konperensi Warisan Toritarianisme: Demokrasi dan Tirani Modal, Kampus FISIP UI – Depok, 5 – 7 Agustus 2008. Sebagian dari naskah ini pernah disampaikan pada acara “Kajian dan Evaluasi Reforma Agraria 2008”, Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPNRI), Jakarta, 29 Maret 2008.
-     Bachriadi, Dianto dalam Reforma Agraria untuk Indonesia: Pandangan Kritis tentang Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) atau Redistribusi Tanah ala Pemerintahan SBY. diskusi dalam Pertemuan Organisasi-organisasi Rakyat se-Jawa di Magelang, 6-7 Juni 2007
-    Iswari, Paramita dalam Pembaruan Desa Sebagai Pintu Masuk Mewujudkan Pembaruan Agraria : Suatu Keniscayaan.


[1] Mahasiswa DIV Pertanahan STPN Yogyakarta, semester V, Jurusan Perpetaan; Makalah ini digunakan untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Reforma Agraria.
[2] Noer Fauzi dalam Gelombang Baru Reforma Agraria Di Awal Abad Ke21
 Makalah pada Seminar “Agenda Pembaruan Agraria dan Tirani Modal”, dalam Rangka Konperensi Warisan Toritarianisme: Demokrasi dan Tirani Modal, Kampus FISIP UI – Depok, 5 – 7 Agustus 2008. Sebagian dari naskah ini pernah disampaikan pada acara “Kajian dan Evaluasi Reforma Agraria 2008”, Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPNRI), Jakarta, 29 Maret 2008. Hal 2
                                                                                                                                     
[3] Ibid;

[4] Lihat Visi, Misi Dan Tujuan Pembangunan Pertanahan
[5] Ibid;
[6] Poniman, et.al. (2005), Petisi Cisarua (Bandung: Pergerakan). Lihat juga: Bachriadi, Dianto (1999), Pembaruan Agraria (Agrarian Reform): Urgensi dan Hambatannya dalam Pemerintahan Baru di Indonesia.
[7] Dianto Bachriadi dalam Reforma Agraria untuk Indonesia: Pandangan Kritis tentang Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) atau Redistribusi Tanah ala Pemerintahan SBY
[8]  Lihat Fauzi, Noer
[9] Gunawan Wiradi dalam Gerakan Pembaruan Agraria Berbasis Rakyat (PABR), ceramah dalam rangka Kursus Intensif Aktivitas Gerakan Pembaruan Agraria, yang diselenggarakan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Lembang, Bandung, September 1999.

REFORMA AGRARIA
SEMANGAT YANG TAK PERNAH PADAM BAGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA

Oleh : Mochamad Reza Kurniawan[1]
NIM. 10192486

I.                   Latar Belakang
            Negara Indonesia merupakan Negara Agraris. Sektor pertanian menjadi primadona dalam geliat perekonomian nasional. Hal tersebut ditunjukkan dengan berbagai upaya pengembangan pembangunan pertanian dari era sebelum kemerdekaan, pasca keemerdekaan hingga era reformasi. Keterlibatan sektor pertanian dalam upaya peningkatan perekonomian Bangsa Indonesia tidak terlepas dari keunikan Negara Indonesia akan kekayaan wilayah.
            Fakta historis menceritakaan betapa negeri ini dianugerahi berbagai kekayaan alam yang melimpah, baik dari beragam kebudayaaan, adat-istiadat, suku, bahan mineral, kekayaan nabati, kekayaan lautan dan lain sebagainya sehingga banyak negara penjajah seakan-akan memperebutkan mata air ditengah gurun. Selain itu mata pencaharian yang identik dengan bangsa ini adalah dari sektor pertanian. Oleh karena itu pertanian menjadi salah satu komoditi penting dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
            Era kolonialisme di Indonesia menuntut adanya Pembaharuan Agraria. Hal itu disebabkan karena adanya ketidakadilan dalam praktek keagrariaan pada saat itu, sehingga mengakibatkan adanya pertentangan dari kaum petani dalam memperjuangkan hak-haknya. Agenda Reforma Agraria ini pada mulanya adalah agendanya gerakan rakyat yang berakar pada pengalaman penderitaan petani sebagai mayoritas rakyat (pedesaan) di bawah rezim kolonial dan paskakolonial. Penderitaan petani yang kronis itu bersumber dari politik agraria penguasa kolonial untuk penguasaan wilayah (negara kolonial), dan perluasan sistem produksi dan ekstraksi komoditaskomoditas baru (untuk perusahaanperusahaan kapitalis skala dunia).[2]
            Ketidakadilan yang dirasakan kaum petani penggarap sebagai pintu masuk Reforma Agraria di Indonesia. Kaum kapitalis memanfaatkan petani untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi mereka. Banyak petani yang tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka yang mengakibatkan kesengsaraan. Hal tersebut menggerakkan semangat perjuangan rakyat Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajaahan demi tercapainya kesejahteraan.
            Reforma Agraria juga menjadi salah satu pilar pembangunan suatu bangsa. Ketahanan pangan menjadi indikasi suatu negara mempunyai ketahanan perekonomian, hal itu karena antara kesejahteraan dan ketahanan pangan saling terkait satu sama lain. Tidak mungkin suatu bangsa yang sejahtera tidak mempunyai ketahanan pangan, demikian sebaliknya.
            Setelah meredup di akhir 1990an, di awal abad 21 ini agenda Reforma Agraria telah kembali menjadi salah satu pokok bahasan terdepan dari agenda pembangunan berbagai badan internasional, dan sejumlah negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin.[3] Salah satunya Negara Indonesia, dimana para pemimpin bangsa sering menggaung-gaungkan Reforma Agraria sebagai pilar pembangunan, mulai dari Presiden Soekarno hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

II.                Reforma Agraria sebagai Landasan Pembangunan di Indonesia
Wujud nyata bahwa Reforma Agraria menjadi Landasan Pembangunan di Indonesia, tertuang dalam salah satu misi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025 yaitu terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan. Ditandai oleh tingkat pembangunan yang makin merata ke seluruh wilayah Imdomesia. Hal itu diwujudkan dengan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, termasuk berkurangnya kesenjangan antar wilayah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu arah dan kebijakan pembangunan kewilayahan akan dituangkan dalam arah pengembangan wilayah pulau-pulau besar, pengembangan wilayah laut, dan pengembangan kawasan.
  Dengan adanya pemerataan kesejahteraan di seluruh wilayah indonesia tentunya tujuan Pembangunan Nasional akan tercapai. Sejahtera berarti tidak ada kesenjangan secara signifikan dalam kehidupan bermasyarakat, yang berujung pada peluang kecil terjadinya konflik. Pembangunan yang berjalan sesuai dengan rencana juga berpengaruh pada peningkataan perekonomian Bangsa Indonesia. Secara ekonomi kuat, ketahanan pangan kuat, serta kualitas pembangunan yang memadai tentunya akan mendukung terwujudnya Pembangunan Berkelanjutan yang baik.
     Semangat Reforma Agraria dalam upaya mendukung Pembangunan Berkelanjutan juga nampak pada 4 (empat) prinsip Pengelolaan Pertanahan yang  berkontribusi pada terwujudnya [4]:
1.   Pengelolaan pertanahan harus berkonstribusi pada kesejahteraan rakyat (welfare);
2.   Pengelolaan pertanahan harus berkonstribusi pada keadilan (justice);
3. Pengelolaan pertanahan harus berkonstribusi pada Indonesian Sustainibility Society (sustainability);
4.   Pengelolaan pertanahan harus berkonstribusi pada harmoni kemasyarakatan (harmony).
      Jika kita lihat secara runut mengenai 4 prinsip Pengelolaan Pertanahan, kesejahteraan merupakan hal yang sangat pokok dalam mendukung upaya pembangunan berkelanjutan, yang selanjutnya akan menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Kesejahteraan dan keadilan menjadi pendukung terciptanya keberlanjutan tatanan sosial sebagai pondasi dalam mendukung keharmonisan dalam bermasyarakat.
     Beranjak dari Visi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, ditetapkan misi pembangunan pertanahan yang akan diemban/dilaksanakan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yaitu :[5]
1.   Peningkatan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, serta pemantapan ketahanan pangan;
2.   Peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat dalam kaitannya dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T);
3.      Perwujudan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh tanah air dan penataan perangkat hukum dan sistem pengelolaan pertanahan sehingga tidak melahirkan sengketa, konflik dan perkara di kemudian hari;
4.  Keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi yang akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan masyarakat, dan
5.       Penguatan lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat, prinsip dan aturan yang tertuang dalam UUPA dan aspirasi rakyat secara luas untuk mencapai tujuan pembangunan bidang pertanahan yaitu “Mengelola tanah seoptimal mungkin untuk mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
  Dalam dokumen “Petisi Cisarua” sejumlah pakar dan aktivis pembaruan agraria telah mengingatkan bahwa jika hendak menjalankan Reforma Agraria di Indonesia janganlah “setengah-setengah”, tetapi jadikan Reforma Agraria sebagai dasar bagi pembangunan ekonomi (nasional) bagi Indonesia baru.[6] Dalam dokumen tersebut disampaikan mengenaai pelaksanaan Reforma Agraria dalam konteks pembangunan di Indonesia. Jelas terlihat betapa penggiat, peneliti dan akademisi Reforma Agraria di Indonesia sangat bersungguh-sungguh dalam melakukan gebrakan, dorongan, dan dukungan kepada pemerintah agar menempatkan Reforma Agraria sebagai sarana strategis dalaam mendukung Pembangunan di Indonesia, bukan sekedar konsep semata yang tiada bermakna. Reforma Agraria jika dijalankan dengan benar dan baik, akan menjadi landasan bagi pembangunan – termasuk pengembangan industrialisasi – nasional yang kokoh.[7]

III.             Desa sebagai Suksesor Pembangunan di Indonesia
           Secara geografis, wilayah desa mempunyai karakteristik sebagian besar merupakan wilayah pertanian. Dengan karakteristik sebagian besar wilayah pertanian, tentunya di desa pasti sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani. Dengan demikian konsep Reforma Agraria dalam upaya mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia lebih mudah dilaksanakan di wilayah Desa.
            Pembangunan wilayah pedesaan tentunya tidak terlepas dari pembangunan sarana dan prasana yang memadai dan relevan. Bukan sekedar menghabiskan anggaran, akan tetapi semangat pembangunannya harus dilaksanakan secara komprehensif dan berkesinambungan.
          Rencana pengembangan wilayah daerah harus disusun berdasarkan pada potensi yang dimiliki dan kondisi yang ada sekarang. Potensi itu meliputi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya modal, prasarana dan sarana pembangunan, teknologi, kelembagaan, aspirasi masyarakat setempat, dan lainnya.
            Tujuan pokok dalam rangka pembangunan wilayah desa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani yang selama ini terabaikan. Banyak petani yang kehilangan tanahnya akibat kebijakan yang kurang berpihak pada petani serta kemungkinan pengaruh pasar tanah yang semakin tidak terkendali.
Dalam rangka pembangunan desa, Reforma Agraria sebagai landasan dalam mencapai tujuan sebesar-besar kemakmuran petani pada khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya. Tujuan yang hendak dicapai Pembaruan Agraria adalah Keadilan Agraria, yaitu keadaan dimana :[8]
1.    Tidak adanya konsentrasi yang berarti dalam penguasaan dan pemanfaatan tanah beserta kekayaan alam yang menjadi hajat hidup orang banyak
2.       Terjaminnya kepastian hak penguasaan dan pemanfaatan rakyat setempat terhadap tanah dan kekayaan alam lainnya
3.    Terjaminnya keberlansungan dan kemajuan sistem produksi rakyat setempat yang menjadi sumber penghidupan mereka
           Kekuatan Petani tentunya bukan dalam arti petani menjadi secara leluasa melakukan perbuatan menyimpang dari peraturan perundang-undangan, namun harus tetap sejalan dengan kebijakan dan peraturan perundang-undangaan yang berlaku. Kekuatan petani disini adalah petani dalam “Posisi Tawar”.
Pembangunan ini sebagai bentuk Program Pembangunan Berbasis Rakyat (PPBR). PABR, atau "Reform-By-Leverage" adalah gerakan pembaruan yang didasarkan atas kekuatan dan kemampuan kaum tani atau rakyat pedesaan sendiri. Namun ini tidak berarti melawan wewenang pemerintah. Kemampuan kaum tani berfungsi sebagai "dongkrak", sebagai pendorong yang kuat. Rakyat pedesaan harus terorganisir sedemikian rupa sehingga mempunyai posisi tawar yang kuat.[9]

IV.             Kesimpulan
·         Pembangunan di Indonesia perlu dilaksanakan secara holistik dan komprehensif. Tidak hanya fisik kan tetapi pembangunan mental bangsa, posisi tawar bangsa, kesejahteraan, serta peningkatan taraf hidup menjadi suatu keniscayaan dalam mencapai “Sustainable Development”.
·         Pembangunan dengan dilandasi konsep “Reforma Agraria” menjadikan pembangunan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Reforma Agraria sebagai acuan dalam menerapkan kebijakan yang berkaitan dengan Pembangunan Bangsa Indonesia bukan merupakan suatu hal yang baru. Oleh karena itu perlu penerapan secara intensif, bukan sekedar diucapkan akan tetapi harus dilaksanakan.
·         Sebagai Negara Agraris desa sebagai gerbang masuk pembangunan yang berbasis Reforma Agraria, karena di desa-lah secara karakteristik baik fisik, sosial, budaya dan masyarakat mencerminkan budaya asli bangsa Indonesia.

 V.                Sumber Bacaan

-        Badan Pertanahan Nasional dalam Visi dan Misi dan Tujuan Pembangunan Pertanahan.
-   Bachriadi, Dianto dkk (editor).1997. Reformasi Agraria : Perubahan Politik, Sengketa dan Agenda Pembaruan Agraria di Indonesia. KPA dan FE UI, Bandung.
-   Wiradi, Gunawan dalam Gerakan Pembaruan Agraria Berbasis Rakyat; Kursus Intensif Aktivitas Gerakan Pembaruan Agraria, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA); Lembang, Bandung, tanggal 15 Agustus – 30 September 1999.
-       Fauzi, Noer dalam Gelombang Baru Reforma Agraria Di Awal Abad Ke21,
              Makalah pada Seminar “Agenda Pembaruan Agraria dan Tirani Modal”, dalam Rangka Konperensi Warisan Toritarianisme: Demokrasi dan Tirani Modal, Kampus FISIP UI – Depok, 5 – 7 Agustus 2008. Sebagian dari naskah ini pernah disampaikan pada acara “Kajian dan Evaluasi Reforma Agraria 2008”, Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPNRI), Jakarta, 29 Maret 2008.
-     Bachriadi, Dianto dalam Reforma Agraria untuk Indonesia: Pandangan Kritis tentang Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) atau Redistribusi Tanah ala Pemerintahan SBY. diskusi dalam Pertemuan Organisasi-organisasi Rakyat se-Jawa di Magelang, 6-7 Juni 2007
-    Iswari, Paramita dalam Pembaruan Desa Sebagai Pintu Masuk Mewujudkan Pembaruan Agraria : Suatu Keniscayaan.


[1] Mahasiswa DIV Pertanahan STPN Yogyakarta, semester V, Jurusan Perpetaan; Makalah ini digunakan untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Reforma Agraria.
[2] Noer Fauzi dalam Gelombang Baru Reforma Agraria Di Awal Abad Ke21
 Makalah pada Seminar “Agenda Pembaruan Agraria dan Tirani Modal”, dalam Rangka Konperensi Warisan Toritarianisme: Demokrasi dan Tirani Modal, Kampus FISIP UI – Depok, 5 – 7 Agustus 2008. Sebagian dari naskah ini pernah disampaikan pada acara “Kajian dan Evaluasi Reforma Agraria 2008”, Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPNRI), Jakarta, 29 Maret 2008. Hal 2
                                                                                                                                     
[3] Ibid;

[4] Lihat Visi, Misi Dan Tujuan Pembangunan Pertanahan
[5] Ibid;
[6] Poniman, et.al. (2005), Petisi Cisarua (Bandung: Pergerakan). Lihat juga: Bachriadi, Dianto (1999), Pembaruan Agraria (Agrarian Reform): Urgensi dan Hambatannya dalam Pemerintahan Baru di Indonesia.
[7] Dianto Bachriadi dalam Reforma Agraria untuk Indonesia: Pandangan Kritis tentang Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) atau Redistribusi Tanah ala Pemerintahan SBY
[8]  Lihat Fauzi, Noer
[9] Gunawan Wiradi dalam Gerakan Pembaruan Agraria Berbasis Rakyat (PABR), ceramah dalam rangka Kursus Intensif Aktivitas Gerakan Pembaruan Agraria, yang diselenggarakan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Lembang, Bandung, September 1999.